PHK Digital Ngetren, Era Dimana Transformasi Unicorn Jadi Dragon

Dalam dunia bisnis, terdapat beberapa istilah yang mungkin tidak dikenal oleh orang awam. Salah satunya adalah istilah unicorn dan dragon. Unicorn merujuk pada perusahaan rintisan atau startup yang memiliki nilai valuasi mencapai USD1 miliar atau setara dengan Rp15 triliun tanpa sahamnya tercatat di bursa efek. Sedangkan dragon, diistilahkan sebagai perusahaan digital yang lebih kuat dari sisi fundamental bisnis, bukan hanya sekadar valuasi besar.

PHK Digital Ngetren, Era Dimana Transformasi Unicorn Jadi Dragon
PHK Digital Ngetren, Era Dimana Transformasi Unicorn Jadi Dragon

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membuat banyak perusahaan rintisan bermunculan, dan banyak yang bercita-cita menjadi unicorn. Namun, apakah menjadi unicorn selalu merupakan keberhasilan dan keberuntungan bagi sebuah perusahaan? Menurut Indrawan Nugroho, pengamat perusahaan rintisan dan perusahaan teknologi, status unicorn yang hanya dilihat dari nilai valuasi pasar saja, tidak menjamin keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang.

CEO dan Co-founder CIAS, perusahaan konsultan inovasi, menjelaskan bahwa unicorn belum tentu merdeka atau mandiri secara finansial. Hal ini karena kekuatan unicorn yang hanya berdasarkan valuasi pasar, membuat kekuatannya hanya bersifat semu. Sehingga, dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti seperti saat ini, banyak perusahaan rintisan yang melakukan efisiensi karyawan sebagai salah satu upaya untuk bertransformasi menjadi perusahaan digital kelas dragon yang lebih kuat dari sisi fundamental bisnis dan sehat keuangan.

Menjadi perusahaan dragon memang bukan hal yang mudah, namun keputusan yang dilakukan perusahaan-perusahaan digital untuk melakukan efisiensi karyawan dinilai sebagai langkah ideal dalam menjaga keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang. Hal ini tidak hanya positif bagi industri, namun juga ekosistem bisnis. Menurut Indrawan, bagi perusahaan rintisan yang berhasil melakukan transformasi menjadi dragon, maka akan menjadi naga yang perkasa dan kuat dengan fundamental bisnis dan keuangan yang sehat.

Perusahaan GoTo yang menaungi Gojek, Tokopedia, dan GoTo Financial, merupakan salah satu contoh perusahaan digital yang melakukan penyesuaian struktur bisnis demi mencapai kemandirian finansial. Sebelumnya, perusahaan rintisan Shopee juga melakukan hal serupa. GoTo melakukan pemangkasan 600 posisi dalam seluruh ekosistem Grup GoTo. Meskipun demikian, Sekretaris Perusahaan Grup GoTo, Koesoemohadiani, menegaskan bahwa langkah penyesuaian struktural organisasi GoTo tidak akan memengaruhi layanan yang diberikan kepada konsumen, mitra pengemudi, pedagang, dan penjual.

Indrawan menilai bahwa GoTo perlu bertransformasi menjadi dragon untuk mencapai profitabilitas dan mandiri secara finansial. Layanan GoTo sudah menjadi bagian melekat konsumen Indonesia dan di sisi lain bisnis GoTo telah menjadi mata pencaharian jutaan orang. Indrawan menambahkan bahwa GoTo bisa menjadi jendela yang pas untuk melihat apa yang tengah dilakukan tech company dalam mengejar profitabilitas.