Pejabat Kemenkeu Rangkap Komisaris BUMN, Ini Penjelasan Erick

Kementerian Keuangan mendapat sorotan tajam dari masyarakat terkait adanya puluhan pejabat yang merangkap sebagai Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, Menko Bidang Usaha Milik Negara Erick Thohir menegaskan bahwa keterwakilan pejabat kementerian lain sebagai komisaris di BUMN merupakan bagian dari proses check and balance.

Pejabat Kemenkeu Rangkap Komisaris BUMN, Ini Penjelasan Erick
Pejabat Kemenkeu Rangkap Komisaris BUMN, Ini Penjelasan Erick

Erick menjelaskan bahwa keberadaan pejabat sebagai komisaris adalah kepanjangan tangan dari pemerintah untuk mengawasi proses operasional BUMN. Perwakilan dari berbagai kementerian tersebar di berbagai perusahaan BUMN yang terkait dengan koordinasi teknis sesuai tugas dan fungsi kementerian yang bersangkutan. “Ada dari Kemenkeu, Kemendag, Kemenperin, itu sebagai bagian dari check and balance,” ujar Erick dalam siaran pers, Jumat (10/3).

Menurut Erick, rangkap jabatan selama ini selalu dikontasikan buruk. Padahal, perwakilan pemerintah dibutuhkan agar BUMN bekerja dengan benar. Keberadaan pejabat dan wakil menteri di BUMN juga telah diatur dalam UU BUMN.

“Aturan undang-undangnya diperbolehkan. Saya juga tidak menutup mata, yang penting, yang mewakili di BUMN harus kerja benar. Kalau tidak, ya saya punya hak untuk mencopot,” kata Erick.

Erick juga menjelaskan bahwa banyak perusahaan BUMN, seperti di sektor energi, perbankan, infrastruktur, dan logistik, menjalankan penugasan pemerintah. Oleh karena itu, perlu dan wajar ada pengawasan serta supervisi dari kementerian terkait.

Dia mencontohkan, pemerintah perlu menempatkan wakil di PT Pos Indonesia (Persero) yang menjalankan penugasan pemerintah melalui program Layanan Pos Universal (LPU). Program dengan anggaran sekitar Rp400 miliar per tahun juga membutuhkan supervisi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai pemegang program itu.

“PT Pos menjalankan program itu sebagai designated operator. Indonesia melalui Kominfo adalah anggota UPU (Universal Postal Union), dan setiap anggota wajib menjalankan layanan pos universal untuk memastikan setiap kiriman dari dan ke berbagai belahan dunia bisa sampai di tujuan,” ujar Erick.

Namun, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mengkhawatirkan adanya dampak buruk terhadap kinerja pejabat Kementerian Keuangan dan BUMN tersebut. Seknas Fitra sebelumnya mencatat, ada 39 pejabat Kemenkeu yang merangkap sebagai komisaris BUMN.

Seknas Fitra melalui keterangan resmi menyatakan bahwa persoalan rangkap jabatan sejatinya telah melanggar regulasi sehingga kebijakan rangkap jabatan ini patut dicermati ulang oleh pemerintah. Meskipun UU BUMN membolehkan adanya perwakilan dari kementerian di BUMN, Seknas Fitra menekankan bahwa hal tersebut harus diatur dengan ketat dan hanya berlaku untuk kementerian yang mempunyai keterkaitan langsung dengan BUMN terkait.

Seknas Fitra juga menilai adanya pejabat yang merangkap sebagai komisaris BUMN dapat menimbulkan konflik kepentingan dan merusak prinsip good corporate governance di perusahaan negara. Mereka menyarankan agar pejabat Kementerian Keuangan dan BUMN seharusnya fokus pada tugas dan tanggung jawab utama masing-masing, tanpa harus merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.

Kontroversi terkait puluhan pejabat Kementerian Keuangan yang merangkap sebagai komisaris BUMN menunjukkan adanya perbedaan pendapat di antara masyarakat dan pemerintah terkait kebijakan tersebut. Meskipun UU BUMN membolehkan adanya perwakilan dari kementerian di BUMN, namun hal tersebut perlu diatur dengan ketat dan diawasi secara ketat untuk memastikan bahwa tidak ada konflik kepentingan dan prinsip good corporate governance tetap terjaga di perusahaan negara.